SEJARAH KERAJAAN BILAH
Sejarah Kerajaan atau
Kesultanan Bilah ini catatan penulisannya diambil dari berbagai tempat dan dari orang-orang yang berhubungan langsung dengan adanya
Kerajaan Bilah ini.
Orang yang paling banyak memberikan kontribusi terbesar dalam penyusunan kembali Sejarah Kerajaan Bilah ini adalah Raja Ongah Syarif (alm), merupakan ayahanda dari penulis (Raja Azman Syarif-alm).
Raja Ongah Syarif merupakan keturunan Kerajaan Bilah ke 10 menurut Tambo Kerajaan Bilah Asli. Hampir sepanjang hayatnya hidup dalam pergolakan di daerah ini (Bilah), yaitu terjadinya pertentangan dengan pihak penguasa (Kerajaan Bilah) yang seharusnya tidak perlu terjadi, apalagi sama-sama berasal dari satu jalur keturunan. Namun, apa yang telah terjadi adalah masa lalu yang menjadi rangkaian sejarah yang telah ditentukan oleh Sang Pencipta.
Boleh dikatakan bahwa beliau (Raja Ongah Syarif-pen) merupakan orang yang banyak tahu, apalagi pada masa dahulu dia adalah seorang Pokrol atau Pengacara dan mempunyai daya ingat yang cukup kuat. Lahir pada tahun 1897 di Labuhanbilik, dan wafat pada tanggal 25 Oktober 1988 (91 tahun) di Negerilama.
-----------------000000000000----------------
Setelah peristiwa terbunuhnya Sutan Musa disekitar tahun 1617, atau dikatakan Marhum Mangkat di Jambu (Kotapinang), semua anak-anaknya terpaksa melarikan diri.
Salah seorang anaknya yang bernama Raja Tahir, jatuh kedaerah Bandar Kumbol, dearah hulu sungai Bilah. Hal-hal yang terjadi pada masa kedatangannya ke daerah itu, sulit untuk ditelusuri dengan jelas. Namun, sesuai dengan perjalanan catatan sejarah, Raja Tahir gelar Indar Alam, menjadi Raja Kerajaan Bilah yang Pertama, berkedudukan di Bandar Kumbol, daerah hulu sungai Bilah, anak cabang sungai Barumun (Panai), sekarang dalam daerah Kecamatan Bilah Hulu, Kab. Labuhanbatu.
Dimasa Sutan Tahir Indera Alam menjadi Raja Kerajaan Bilah yang pertama (sekitar tahun 1623), wilayah kekuasaannya meliputi daerah Raja-raja kecil, yaitu: Kerajaan Rantau Prapat, Siringo-ringo, Sihare-hare (Sigambal), Gunung Maria, Bandar Kumbol, Sibargot, Tanjung Medan (hulu sungai Bilah),Kuala Pinarik, Merbau, dan lain-lain.
Walaupun menjadi raja, tetapi Sutan Tahir Indera Alam tidak mempunyai wilayah kekuasaan yang luas, sebagaimana seharusnya seorang raja yang berkuasa. Wilayahnya hanya terbatas di daerah Kumbol yang juga sebagian dikuasai oleh Raja kecil Bandar Kumbol.
Kelihatannya, Sutan Tahir Indera Alam adalah Raja yang dirajakan oleh para raja-raja kecil di daerah itu dan kemungkinan setiap tahunnya membayar upeti, seperti Sultan Siak menerima upeti tiap tahunnya dari raja-raja di Sumatera Timur.
Walaupun Sutan Tahir mempunyai wilayah kekuasaan, tetapi hak tanah diusahai oleh masing-masing raja-raja kecil daerah itu, sementara dia hanya merupakan Raja Yang Dipertuan. Sebagai bukti daerah ini dibawah naungannya, ketika Belanda memasuki daerah ini pada tahun 1865, maupun kedatangan Maskapai Asing untuk mengambil tanah Consesi dari pihak kerajaan, terjadilah tuntutan dari raja-raja kecil tersebut untuk meminta bagian dari hasil tanah.
Dimasa pemerintahan Sutan Tahir Indera Alam terdapat sebuah wilayah yang tidak ingin tunduk padanya, yaitu Kerajaan Gunung Maria. Kerajaan ini dipimpin oleh Raja Malem Kuning Panjang Janggut atau juga dikenal dengan nama Raja Belimbing. Apa yang menyebabkan raja Belimbimbing tidak mau tunduk kepada Raja Tahir Indera Alam, kurang jelas diketahui.
Namun, dari hasil penelusuran penulis (Raja Azman Syarif) yang mana pernah menemui salah satu keturunan Kerajaan Gunung Maria yaitu Raja Juhar (telah berumur 92 tahun pada saat ditemui), wafat pada tanggal 17 Mei 1983 di Kampung Janji, Rantau Prapat, Raja Juhar (alm) mengatakan bahwa perselisihan kedua kerajaan ini tidak melibatkan orang lain (rakyat) melainkan hanya mereka berdua saja. Raja Belimbing tidak ingin diperintah di wilayahnya sendiri. Jika saja perselisihan ini melibatkan rakyat, sudah tentu akan terjadi pertumpahan darah, namun hal ini tidak pernah terjadi.
Oleh pihak Kerajaan Gunung Maria, Sutan Tahir Indera Alam diakui memiliki kesaktian yang sulit dimiliki oleh orang lain pada masa itu. (ketika saya mempostingkan pada bagian ini, merinding bulu kuduk saya...). Apabila Sutan Tahir terbunuh hari ini, maka esok hari dia akan hidup lagi. Jika tubuhnya bercerai berai, dia akan hidup dan utuh kembali.
Raja Belimbing juga memiliki kesaktian yang tak kalah hebatnya. Akhirnya persoalan diantara mereka berdua semakin berlarut-larut. Mereka akhirnya selalu adu kekuatan, namun tak seorangpun yang kalah. Cerita adu kekuatan ini sudah menjadi legenda di daerah hulu sungai bilah, walaupun mungkin pada masa sekarang sudah tidak banyak yang mengetahui.
Sutan Tahir mempunyai beberapa orang istri. Dari istri yang pertama, terdapat beberapa orang anaknya, yang lelaki hanya satu orang. Mungkin karena telah mendapat firasat, maka sejak meningkat dewasa, anaknya yang lelaki tersebut yang bernama Maharaja Nulong, dikirim kepada Sutan Yunus untuk dididik. Sutan Yunus adalah raja Kerajaan Gunung Suasa, yang juga bertempat di daerah hulu sungai Bilah, dan dia juga adalah sepupu Sutan Tahir.
Kepada Sutan Yunus, Sutan Tahir juga meninggalkan amanat yaitu apabila dia telah tiada maka anaknya yang bernama Maharaja Nulong tersebut harus diangkat menjadi penerus Kerajaan Bilah, yaitu menjadi raja Bilah. Adanya amanat ini pun juga diakui oleh pihak Kerajaan Gunung Maria. Menurut mereka, hal ini dilakukan Sutan Tahir karena dia merasa takut anaknya akan dibunuh juga.
Kembali ke kisah pertarungan Sutan Tahir dan Raja Belimbing yang tak kunjung selesai, akhirnya Raja Belimbing mendapatkan sebuah ide yaitu dengan cara mendekati salah satu istri Sutan Tahir untuk mencari informasi tentang kelemahan Sutan Tahir. Raja Belimbing akhirnya mengetahui titik kelemahan kekuatan Sutan Tahir.
Pada esok harinya kembali terjadi pertarungan, Sutan Tahir akhirnya bisa dikalahkan dan ditangkap. Sesuai petunjuk yang diperoleh, tubuh Sutan Tahir dipotong menjadua bagian. Kemudian Raja Belimbing memotong akar kayu yang tumbuh di tepi sungai, yang ujungnya sampai keseberang.
Demikianlah kisah wafatnya Sutan Tahir Indera Alam yang terjadi sekitar tahun 1650 akibat penghianatan salah seorang istrinya.
Setelah Sutan Tahir meninggal dunia, maka kekuasaan sementara dipegang oleh Sutan Yunus dari Kerajaan Gunung Suasa, untuk menunggu Maharaja Nulong menjadi dewasa. Sementara itu, Raja Belimbing tidak ingin merebut kekuasaan yang ditinggalkan oleh Sutan Tahir, dia sudah merasa cukup puas dengan tewasnya Sutan Tahir di tangannya.
Demikianlah riwayat Sutan Tahir, raja Kerajaan bilah yang pertama, yang berhasil dikumpulkan. Wafatnya Sutan Tahir tidak mempengaruhi hubungan baik antara Kerajaan Bilah dan Gunung Maria.
Tiga tahun kemudian, setelah kepergian Sutan Tahir, wafat pulalah Sutan Yunus, raja Gunung Suasa. Maharaja Nulong, walaupun masih dalam keadaan remaja, terpaksa naik menjadi raja Kerajaan Bilah yang kedua, sekaligus pemegang kekuasaan Kerajaan Gunung Suasa. Perlu diketahui, Sutan Yunus tidak mempunyai keturunan, oleh sebab itulah maka Maharaja Nulong menjadi pewarisnya.