Legenda atau hikayat Pulau si Kantan merupakan bagian dari hikayat-hikayat yang ada di Labuhanbatu, terutamanya Labuhanbilik, Panai.
Seperti halnya kisah si Bongsu Alang, kisah Pulau si Kantan juga pernah diketengahkan, baik dalam bentuk buku cerita, syair, maupun dalam bentuk elektronik (digital). Namun, versi yang dikemukakan oleh para penulis-penulisnya terdapat beberapa perbedaan dengan versi yang ada pada kami. Mungkin karena para penulisnya tidak turun langsung ke lapangan untuk mencari kebenaran akan kisah Pulau Si Kantan. Jika pada masa sekarang ingin meneliti atau menelusuri cerita Pulau si Kantan, tentunya tidakbanyak lagi orang yang tahu, kecuali garis besarnya saja.
Legenda Pulau si Kantan pernah ingin dijadikan sebuah sinema televisi, namun karena berbagai kendala, pembuatan sinema Pulau si Kantan menjadi gagal, sungguh mengenaskan. Semoga, pada suatu hari nanti pembuatan cerita pulau si Kantan dalam bentuk sinema televisi bisa menjadi kenyataan. Amin.
ooooooooo000000oooooooo
Pada masa lalu, diantara suku-suku Melayu yang bertempat tinggal di pesisir pantai Sumatera Timur, terdapatlah sekelompok kecil suku Melayu yang berdiam di Sungai Panai, tak jauh dari muara Selat Malaka. Diantara kelompok itu, terdapatlah satu keluarga yang terdiri dari tiga orang, yaitu bapak, ibu, dan seorang anaknya yang bernama si Kantan. Pada masa mereka ini, Labuhanbilik merupakan hutan belantara.
Kehidupan keluarga si Kantan jauh dari mencukupi, sama seperti para tetangganya, hidup dalam kemiskinan. Disamping bertani dan menangkap ikan, mereka juga mencari hasil hutan, seperti kayu, damar, rotan, dll. Hasil-hasil hutan ini mereka jual kepada saudagar-saudagar yang sering datang ketempat mereka untuk membeli bahan-bahan tersebut. Hal ini berlangsung dari tahun ke tahun demi kelangsungan hidup.
Pada suatu hari, seperti biasanya, ketika ayah si Kantan sedang sibuk mengumpulkan hasil-hasil hutan,disaat tubuhnya mulai letih, dari kejauhan terlihat oleh matanya sebuah sinar keemasan di dalam rumpun Simambu (rotan). Karena sinar tersebut, ayah si Kantan menjadi merasa heran dan juga cemas.
Pada masa itu, agama Islam sudah dianut oleh mereka, namun kepercayaan lama (animisme) masih melekat. Percaya akan tahayul, hantu-hantu penunggu hutan dan laut, dll. Hal ini membuat ayah si Kantan bertambah takut jika mengingat hal-hal tadi. Namun, karena rasa keinginan yang kuat untuk mengetahui sinar tersebut, membuat ayah si Kantan memberanikan diri untuk melihatnya.
Dengan perasaan was-was dan langkah kaki yang perlahan-lahan, ayah si Kantan mendatangi rumpun Simambu. Semakin dekat, semakin kuat sinar yang terlihat. Setelah cukup dekat, terlihatlah oleh matanya satu rebung yang mengeluarkan cahaya tadi.
Selain bercahaya, keanehan yang lain adalah ukurannya lebih besar dari rebung-rebung yang lain, juga bentuknya yang agak ganjil dibanding rebung biasa.Mulai dari pucuk rebung sampai ke pangkalnya, bersinar keemasan. Tanpa rasa takut lagi, ayah si Kantan lalu memotong rebung tersebut sampai batas rebung yang mengeluarkan cahaya, kemudian langsung membawa pulang rebung tersebut tanpa perduli lagi dengan hasil hutan yang telah ia kumpulkan tadi.
Dalam perjalanan pulang, ia terus mengamati benda tersebut. Walaupun dalam hatinya mengatakan bahwa benda yang ditemukannya adalah benda berharga, tapi ia selalu berpikir apakah benda ini adalah sebuah jalan keberuntungan ataukah akan menjadi malapetaka. Karena berkecamuknya pikirannya, tanpa terasa dia telah sampai di rumah.
Sesampainya di rumah, ibu si Kantan merasa heran karena suaminya pulang ke rumah begitu cepat, tidak seperti biasanya. Sementara itu si Kantan tidak berada di rumah, pergi memancing. Setelah pikiran dan hati ayah si Kantan mulai mereda krn peristiwa yang baru saja terjadi, lalu ia mengeluarkan rebung bercahaya itu dari dalam bungkusan, kemudian memperlihatkannya kepada istrinya.
Alangkah terperanjatnya ibu si Kantan melihat benda tersebut hingga dia tidak bisa mengeluarkan kata sepatahpun. kemudian ayah si Kantan menceritakan dari awal kejadian ditemukannya benda itu. Ketika sedang bercerita, si Kantan pun pulang dari memancing. si Kantan juga ikut merasa heran dengan benda yang ada di hadapan kedua orang tuanya itu. Lalu si Kantan memegang dan mengamatinya, lalu mengatakan kepada bapak ibunya bahwa benda tersebut adalah emas. Kedua orang tuanya juga berpendapat demikian, namun yang mengherankan adalah mereka belum pernah melihat emas sebesar benda tersebut.
Kemudian mereka mengambil kesimpulan bahwa apa yang terjadihari ini merupakan sebuah anugerah, seolah-olah dengan ditemukannya benda tersebut merupakan jalan menuju perubahan hidup yang mereka alami, dari keadaan melarat menjadi lebih baik. Karena asiknya memperbincangkan benda tersebut, akhirnya si Kantan lupa menanak nasi, seakan-akan mereka telah kenyang hanya dengan melihat benda yang baru saja ditemukan itu.
(bersambung)
1 komentar:
sambungannya mana bg...kok tanggung,,, menarik ni cerita,, berbeda dengan cerita yang pernah aq dengar
Posting Komentar
Silahkan beri komentar disini